Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
Ta’ala yang telah menganugerahkan kita ummat Islam sebuah pusaka, Al Qur'an. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan pada
Kanjeng Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alahi Wa Sallama.
Dalam membaca tentu ada tempo dari yang cepat hingga yang pelan ataupun lambat. Begitupun dalam membaca Al-Qur'an sudah tentu tidak terlepas hubungannya dengan masalah tempo ini'. Ada empat tingkatan (tempo) yang telah disepakati oleh ahli tajwid, yaitu:
1. At-Tartil ( اَلتَرْتِيْلُ )
"Yaitu: Membaca dengan pelan dan tenang mengeluarkan setiap huruf dari makhrajnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya, baik asli maupun baru datang (hukum-hukumnya) serta memperhatikan makna (ayat)"
Membaca dengan pelan dan tenang maksudnya tidak tergopoh-gopoh namun tidak pula terseret-seret. Huruf diucapkan satu persatu dengan jelas dan tepat menurut makhrajnya dan sifatnya. kuran panjang pendeknya terpelihara dengan baik serta berusaha mengerti kandungan maknanya.
2. Al-Hadr ( اَلْحَدْرُ )
“Yaitu : membaca dengan cepat tetapi menjaga hukum-hukumnya”
Perlu diingat yang dimaksud cepat disini adalah dengan menggunakan ukuran terpendek dalam batas peraturantajwid, jadi bukannya keluardari peraturan sebagaimana yang banyak kita jumpai pada acara Tahlilan, Yasinan, atau Shalat Tarawih. Karena bacaan cepat yang keluar dari peraturan ini cenderung merusak ketentuan membaca Al-Qur'an sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw.
3. At-Tadwir ( اَلتَدْوِيْرُ )
"Yaitu : Tingkat pertengahan antara tartil dan hadr"
Bacaan at-tadwir ini lebih dikenal dengan bacaan sedang tidak terlalu cepat juga tidak terlalu pelan, tetapi pertengahan antara keduanya.
4. At-Tahqiq ( اَلتَحْقِيْقُ )
"Yaitu: Membaca seperti halnya tartil tetapi lebih tenang dan perlahan-lahan”
Tempo boleh dibilang sangat2 lamban, ini biasa dipakai untuk belajar (latihan) dan mengajar. Dan tidak boleh dipakai pada waktu shalat atau menjadi imam.
Bagusan Yang Mana ?
Dari keempat maratib (tempo) tersebut, manakah yang terbaik digunakan bila ditinjau dari segi ibadah? Dalam hal ini tidak terdapat kesepakatan ulama' diantara pendapat yang pernah dikemukakan oleh ulama antara lain:
a. Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca dengan cepat dan hasil yang baik lebih utama daripada dengan tartil tetapi dengan hasil sedikit. Pendapat ini bersandar pada hadits yang berbunyi:
a. Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca dengan cepat dan hasil yang baik lebih utama daripada dengan tartil tetapi dengan hasil sedikit. Pendapat ini bersandar pada hadits yang berbunyi:
عَنِ ابْنُ مَسْعُدٍ رَضِىَ اَلّله عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اَللَّه عَلَيْهٍ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ؛ مَنْ قَرَاءَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّه تَعَالَى فَلَهٗ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرٍ اَمْثَالِهَا٠
“ Dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi s.a.w bahw a beliau bersabda : Barang siapa membaca Al-Qur,an, maka tiap huruf yang dibacanya akan mendapat satu kebaikan dan setiap kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat."
b. Jumhur ulama berpendapat sebaliknya, yaitu membaca dengan tartil walaupun sedikit lebih baik daripada jumlah yang banyak tetapi dengan cepat. Jumhur ‘ulama berargumen bahwa tujuan membaca Al-Qur',an selain sebagai ibadah juga untuk dimengerti untuk kemudian diimplementasikan dalam amal perbuatan sebagaimana yang di tuntut oleh Al-Qur'an, sedang membaca Al-Qur'an dengan peian dan tenang adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Imam Malik berpendapat bahwa tiap orang kemampuannya tidak sama. Ada yang baik bila membaca Al-Qur'an dengan pelan dan banyak salahnya bila membaca Al-Qur'an dengan cepat. Ada pula yang sebaliknya, baik bacaanya bila membaca Al-Qur'an dengan cepat dan rusak bacaannya bila membaca Al-qur’an dengan pelan. Oleh karena itu yang lebih utama adalah yang lebih mudah bagi yang bersangkutan. cepat atau lambat, sedikit atau banyak bacaannya yang penting adalah baik dan benar dengan mengikuti petunjuk kaedahnya.
d. Imam Abu Hamid al-Ghozaliy mengatakan bahwa membaca Al-Qur'an dengan tartil sunnah hukumnya, baik si pembaca mengerti artinya atau tidak. Bacaan tartil selain memang diperintahkan oleh Allah juga akan terasa lebih hormat dan meresap ke dalam hati.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang mana yang lebih utama dalam qiraat, telihat bahwa Imam Hamzah, Asim, dan Warsy selalu menggunakan ukuran yang terpanjang. Ibnu Katsir, Abu Amr, dan Qolun memilih bacaan hadr dengan memakai ukuran terpendek. Dan Imam al-Kisa'ii terkenal dengan qiro’atnya yang pertengahan.
Semoga bermanfa'at